Tak nampak meski hanya sekilas bayangan. Ketika gulita melingkupi alam, kucoba untuk mendengar suaramu. Yang dengannya Dia membuat gundahku menjadi tenang. Tetapi mungkin kau sudah larut dalam mimpimu.
Aku sedih Kanda. Apakah Dia memberitahumu? Bukan sekedar karena Dia tak membiarkanku melihatmu. Tapi dari dunia nyataku. Persinggahan sementara yang kadang menjadi dilema bagi rumah tangga yang di amanahkan di pundak payah ini. Seharusnya aku merasa bersyukur, sekian banyak tanda-tanda keburukan yang Dia perlihatkan jika kami benar-benar menempati rumah itu. Tapi, ego ini tetap di buatNya merasa kecewa dan sangat terluka Kanda.
Aku sangat mengagumi para generasi tua yang berada di kota ini, Kanda. Betapa baiknya mereka pada kami yang masih muda usia dan miskin pengalaman. Luar biasa. Terlalu baiknya mereka, bahkan sebuah rumah juga diperuntukkan bagi kami dengan pembayaran yang sangat mudah. Harapanpun melambung. Setiap ada waktu kami selalu mengunjungi rumah idaman. Bentuknya pun di rubah sesuai dengan keberuntungan yang bertengger di batok kepala ini. Luar biasa indah dan menyenangkannya tinggal di sana, Kanda. Ketika kegilaan itu datang, kadang aku memimpikanmu ada di sana.
Aku benar-benar lupa untuk sekedar mengingat bahwa kekaguman ini tak selayaknya untuk mereka. Sungguh aku lupa padaNya yang mampu membolak-balik hati manusia menjadi baik atau buruk. Bahkan ketika tiba-tiba ada orang yang ingin membeli rumah itu dengan harga 90 juta lebih mahal dibandingkan harga yang ditawarkan pada kami. Lalu janji itupun lenyap menguap tanpa diskusi. Demi 90 juta, Kanda. Sebuah jalinan silaturahmi yang sangat indah inipun ternodai. Aku sangat terkejut. Tak menyangka orang-orang yang aku kagumi bisa melakukan semua ini. Ego picik ini masih tak jua mau mengerti. Aku kembali lalai untuk mengingat bahwa mereka sekedar alatNya. Dialah yang sesungguhnya membolak-balik hati manusia.
Lalu Dia mengingatkanku padamu. Dan kau tentu masih diingatkan, bahwa dengan mengingatmu, Dia memoleskan senyum bahagia di bibir yang sering mengumbar kesombongan ini. Aku sejenak merenungkan semuanya. Tentang harapan, mimpi, kebutuhan dan realitaku. Aku berharap bisa kembali padaNya. Temani aku, Kanda.
Aku sedih Kanda. Apakah Dia memberitahumu? Bukan sekedar karena Dia tak membiarkanku melihatmu. Tapi dari dunia nyataku. Persinggahan sementara yang kadang menjadi dilema bagi rumah tangga yang di amanahkan di pundak payah ini. Seharusnya aku merasa bersyukur, sekian banyak tanda-tanda keburukan yang Dia perlihatkan jika kami benar-benar menempati rumah itu. Tapi, ego ini tetap di buatNya merasa kecewa dan sangat terluka Kanda.
Aku sangat mengagumi para generasi tua yang berada di kota ini, Kanda. Betapa baiknya mereka pada kami yang masih muda usia dan miskin pengalaman. Luar biasa. Terlalu baiknya mereka, bahkan sebuah rumah juga diperuntukkan bagi kami dengan pembayaran yang sangat mudah. Harapanpun melambung. Setiap ada waktu kami selalu mengunjungi rumah idaman. Bentuknya pun di rubah sesuai dengan keberuntungan yang bertengger di batok kepala ini. Luar biasa indah dan menyenangkannya tinggal di sana, Kanda. Ketika kegilaan itu datang, kadang aku memimpikanmu ada di sana.
Aku benar-benar lupa untuk sekedar mengingat bahwa kekaguman ini tak selayaknya untuk mereka. Sungguh aku lupa padaNya yang mampu membolak-balik hati manusia menjadi baik atau buruk. Bahkan ketika tiba-tiba ada orang yang ingin membeli rumah itu dengan harga 90 juta lebih mahal dibandingkan harga yang ditawarkan pada kami. Lalu janji itupun lenyap menguap tanpa diskusi. Demi 90 juta, Kanda. Sebuah jalinan silaturahmi yang sangat indah inipun ternodai. Aku sangat terkejut. Tak menyangka orang-orang yang aku kagumi bisa melakukan semua ini. Ego picik ini masih tak jua mau mengerti. Aku kembali lalai untuk mengingat bahwa mereka sekedar alatNya. Dialah yang sesungguhnya membolak-balik hati manusia.
Lalu Dia mengingatkanku padamu. Dan kau tentu masih diingatkan, bahwa dengan mengingatmu, Dia memoleskan senyum bahagia di bibir yang sering mengumbar kesombongan ini. Aku sejenak merenungkan semuanya. Tentang harapan, mimpi, kebutuhan dan realitaku. Aku berharap bisa kembali padaNya. Temani aku, Kanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar